Sabtu, 29 Desember 2018

PAI

Konsep Manusia Dalam Al qur’an Pencipta manusia Keberadaan manusia di muka bumi ini bukanlah untuk main-main, senda gurau, hidup tanpa arah atau tidak tahu dari mana datangnya dan mau kemana tujuannya. Manusia yang merupakan bagian dari alam semesta inipun diciptakan untuk suatu tujuan. Allah menegaskan bahwa penciptaan manusia dalam firman-Nya surat adz-Dzariyat : 56 Artinya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya merekamengababdi kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat : 56) Dari ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa, kedudukan manusia dalam sistem penciptaannya adalah sebagai hamba Allah. Kedudukan ini berhubungan dengan hak dan kewajiban manusia di hadapan Allah sebagai penciptanya. Dan tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Allah SWT. Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap terhadap terwujudnya sesuatu kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil. Karena manusia yang diciptakan Allah sebagai makhluk yang paling canggih, mampu menggunakan potensi yang dimilikinya dengan baik, yaitu mengaktualisasikan potensi iman kepada Allah, menguasai ilmu pengetahuan, dan melakukan aktivitas amal saleh, maka manusia akan menjadi makhluk yang paling mulia dan makhluk yang berkualitas di muka bumi ini sesuai dengan fitrahnya masing-masing. Secara rinci, sebab-sebab kemulian manusia itu adalah : a. Bahwa manusia tidak berasal dari jenis hewan sebagaimana dikatakan dalam teori evolusi, melainkan berasal dari Adam yang diciptakan dari tanah. b. Dibandingkan dengan makhluk lain, manusia memiliki bentuk fisik yang lebih baik, sekalipun ini bukan perbedaan yang fundamental (Q.S at-Tin:4). c. Manusia mempunyai jiwa dan rohani, yang didalamnya terdapat rasio, emosi dan konasi. Dengan akal, manusia berfikir dan berilmu, dan dengan ilmu manusia menjadi maju. Bahkan dengan ilmu manusia menjadi lebih mulia daripada jin dan malaikat, sehingga mereka diminta oleh Allah untuk sujud, menghormati kepada manusia, yakni Adam a.s (Q.S al-Baqarah: 31-34). d. Untuk mencapai kemulian martabat manusia tersebut, manusia perlu berusaha sepanjang hidupnya melawan hawa nafsunya sendiri yang mendorong pada kejahatan. Hal ini berbeda dengan binatang yang hanya hidup hanya menuruti insting nafsunya karena tidak mempunyai akal, dan malaikat yang selalu berbuat baik secara otomatis karena tidak memiliki hawa nafsu. e. Manusia diangkat oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi dengan tugas menjadi penguasa yang mengelola dan memakmurkan bumi beserta isinya dengan sebaikbaiknya (Q. S al-Baqarah : 30) Diciptakannya segala sesuatu di muka bumi ini oleh Allah adalah untuk kepentingan manusia itu sendiri (Q.S al-Baqarah: 29) f. Manusia diberi beban untuk beragama (Islam) sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas kekhalifaannya. Karenanya, manusia akan diminta pertanggung jawaban atas pelaksanaan tugasnya tersebut (Q.S al-Qiyamah: 36). 2.2 Keistimewaan manusia dari makhluk lain Manusia pada hakekatnya sama saja dengan makhluk hidup lainnya, yaitu memiliki hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan didukung oleh pengetahuan dan kesadaran. Perbedaan diantara keduanya terletak pada dimensi pengetahuan, kesadaran dan keunggulan yang dimiliki manusia dibanding dengan makhluk lain. Manusia sebagai salah satu makhluk yang hidup di muka bumi merupakan makhluk yang memiliki karakter paling unik. Manusia secara fisik tidak begitu berbeda dengan binatang sehingga para pemikir menyamakan dengan binatang. Letak perbedaan yang paling utama antara manusia dengan makhluk lainnya adalah dalam kemampuannya melahirkan kebudayaan. Kebudayaan hanya manusia saja yang memilikinya, sedangkan binatang hanya memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bersifat instinktif. Dibanding dengan makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan. Kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimana pun, baik di darat, di laut, maupun di udara. Sedangkan binatang hanya mampu bergerak di ruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak di darat dan di laut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampui manusia. Mengenai kelebihan manusia atau makhluk lain dijelaskan dalam Al-Quran surah Al-Isra ayat 70: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” Diantara karakteristik manusia adalah: 1. Aspek Kreasi 2. Aspek Ilmu 3. Aspek Kehendak 4. Pengarahan Akhlak Selain itu Al Ghazali juga mengemukakan pembuktian dengan kenyataan faktual dan kesederhanaan langsung, yang kelihatannya tidak berbeda dengan argumen-argumen yang dibuat oleh Ibnu Sina (wafat 1037) untuk tujuan yang sama, melalui pembuktian dengan kenyataan faktual. Al Ghazaly memperlihatkan bahwa, diantara makhluk-makhluk hidup terdapat perbedaan-perbedaan yang menunjukkan tingkat kemampuan masing-masing. Keistimewaan makhluk hidup dari benda mati adalah sifat geraknya. Benda mati mempunyai gerak monoton dan didasari oleh prinsip alam. Sedangkan tumbuhan makhluk hidup yang paling rendah tingkatannya, selain mempunyai gerak yang monoton, juga mempunyai kemampuan bergerak secara bervariasi. Prinsip tersebut disebut jiwa vegetatif. 2.3 Jenis manusia dalam al Qur’an Manusia dalam kitab suci Al-Qur’an disebut dengan lima macam istilah: basyar, Bani Adam, ins, nas dan insan. Dalam berbagai kamus dan Kitab Tafsir Al-Qur’an, istilah-istilah tersebut sering dianggap sama. Tetapi bila diperhatikan secara seksama, terutama dalam siyak Qur’aninya, akan terlihat bahwa masing-masing memi­liki makna konotatif yang berbeda satu sama lain. Basyar dan Bani Adam Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 35 kali, 25 di antaranya berkaitan dengan sifat-sifat manusiawi (basyari) yang dimiliki oleh para nabi dan rasul serta umat mereka. Dua di an­tara sifat-sifat tersebut yang secara eksplisit disebut dalam Al-Qur’an adalah makan makanan dan berjalan di pasar-pasar.[1] Selain itu juga disebut tentang kejadiannya dari tanah liat yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk.[2] Dan ini berbeda dengan kejadian jin yang dicipta dari api yang sangat panas. [3]Dengan demikian kata basyar itu digunakan oleh Al-Qur’an se­bagai nama jenis makhluk atau species, menurut istilah Biologi, yang memiliki sifat-sifat biologik yang berbeda dengan jin. Kare­na itu para nabi dan rasul serta umat mereka masing-masing ada­lah manusia biasa (basyar), bukan Manusia luar biasa(superhu­man), jin, atau punmalaikat. Lantas, termasuk species manakah manusia yang disebut basyar dalam Al-Qur’an itu? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut perlu dikemukakan lebih dahulu bahwa menurut Al-Qur’an,[4] basyar itu adalah makhluk yang dicipta dari tanah lihat yang ber­asal dari lumpur hitam yang diberi bentuk, dan kemudian disempur­nakan oleh Allah dengan meniupkan ruh-Nya kepadanya. Setelah itu Allah menyuruh para malaikat untuk bersujud kepadanya, dan semua­nya mematuhi perintah itu kecuali iblis, karena dia merasa tidak sepantasnya menyembah makhluk yang dicipta dari bahan baku yang lebih hina. Dan itulah basyar pertama yang dicipta oleh Allah. Kisah tentang basyar pertama yang diungkapkan dalam Al-Qur’an Surat 15:27-33 ini ternyata sejalan dengan kisah yang diungkapkan dalam Al-Qur’an Surat 2:30-34, di mana Allah menggunakan sebutan Adam dan sebutan fungsionalnya, khalifah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa basyar pertama itu tidak lain adalah Adam yang mengemban tugas khilafah di muka bumi. Oleh karena itu pendapat orang yang menga­takan bahwa Adam adalah Abul-Basyar (bapak umat manusia) ada be­narnya juga. Dalam kaitannya dengan pertanyaan di atas, perlu dijelaskan bahwa Al-Qur’an[5]. juga memakai istilah Bani Adam, yang berarti anak cucu atau keturunan Adam, untuk menyebut manusia setelah Adam, termasuk umat Muhammad saw. Bila para ahli Biologi menyebut manusia sekarang termasuk species Homo Sapiens, berarti Adam atau basyar pertama itu adalah homo sapiens pertama, bukan species Homo Neanderthalensis, Homo Erec­tus, Homo Cromagnon, atau Homo-homo lain sebelumnya. Dalam kaitan ini ada baiknya disimak firman Allah dalam Al-Qur’an Su­rat 2:30 yang artinya sbb.: Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Se­sungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Para malaikat berkata, “Mengapa Engkau akan menjadikan [khali­fah] yang akan membikin kerusakan dan pertumpahan darah di sa­na, padahal kami senantiasa bertasbih, bertahmid dan bertaqdis terhadap-Mu?” Allah berfirman, “Aku lebih tahu apa yang tidak kamu ketahui.” Dari satu sisi bisa dikatakan bahwa dialog antara Allah swt. dan para malaikat dalam ayat tersebut tidak mungkin terjadi ka­rena menurut Al-Qur’an (QS. 66:6) para malaikat tidak mungkin membantah atau memprotes rencana Allah swt. atau berbuat ma‘siyat terhadap-Nya. Mereka senantiasa melaksanakan apa saja yang disu­ruh-Nya. Karena itu kisah tersebut merupakan kisah “legendaris atau dongeng” (qissah usturiyyah) yang merupakan salah satu uslub Qur’ani untuk lebih mempertegas maknanya, bahwa khalifah yang di­maksud bukanlah yang akan membikin kerusakan dan pertumpahan da­rah sebagaimana diduga oleh para malaikat itu. Firman Allah di akhir ayat tersebut, secara a contrario, justeru menegaskan bahwa khalifah itu akan membangun bumi dan akan melenyapkan pertumpahan darah dalam segala bentuknya; dan itulah amanat Allah yang diberi­kan-Nya kepada khalifah-Nya itu. Dari sisi lain dapat diambil kesimpulan lain, dengan mengingat sifat lain yang dimiliki para malaikat bahwa mereka tidak mungkin mengatakan sesuatu di luar pengetahuan dan ilmu yang di­terimanya dari Allah (QS. 2:32), bahwa rupanya para malaikat per­nah melihat makhluk lain sebelum Adam yang justeru membikin ke­rusakan dan menimbulkan pertumpahan darah. Bila kesimpulan ini benar, berarti secara implisit Al-Qur’an mengakui adanya makhluk-makhluk lain yang mirip dengan Adam sebelum Adam dicipta-Nya. Atau dengan perkataan lain bahwa species Homo Erectus, Homo Ne­anderthalensis, Homo Cromagnon dan lain-lainnya yang ada sebelum species Homo Sapiens diakui adanya oleh Al-Qur’an walaupun semua­nya itu secara kualitatif tidak sama dengan Adam atau Homo Sapi­ens pertama itu. Ins, Nas dan Insan Selain basyar dan Bani Adam, Al-Qur’an juga menggunakan is­tilah-istilah ins dan nas. Kata ins senantiasa disebut secara berurutan dengan kata jin sebanyak 19 kali dalam 18 ayat, 14 di antaranya termasuk ayat-ayat Makkiyyah dan 4 lainnya adalah ayat-ayat Madaniyyah. Sedangkan kata nas disebut dalam Al-Qur’an seki­tar 240 kali. Menurut ‘A’isyah binti Syati’ dalam bukunya,[6] kata ins menunjukkan sifat manusia yang tidak liar dan ganas, sedangkan kata jin berarti tersembunyi, penuh misteri, li­ar, mengerikan dan sekaligus ganas. Dengan demikian kata ins me­nunjukkan perbedaan manusia dalam penampilannya dengan jin: ma­nusia adalah makhluk yang tampak dan tidak menakutkan sedangkan jin adalah makhluk yang tidak tampak (ghaib) yang mengerikan. De­ngan perkataan lain kata ins juga menunjukkan sifat dari basyar dan Bani Adam. Binti Syati’ juga menyatakan bahwa kata ins dan insan, yang kedua-duanya berasal dari huruf-huruf alif, nun dan sin, mempunyai pengertian yang sama sebagai makhluk biologik yang berbeda dengan jin yang liar atau dengan binatang. Namun sepan­jang keterangan Al-Qur’an, antara ins dan hayawan (binatang) ter­dapat kesamaan-kesamaan disamping perbedaan-perbedaan. Adapun kata nas, menurut Binti Syati’, juga mempunyai penger­tian yang sama dengan Bani Adam, sebagai nama jenis atau species.[7] Ini berarti bahwa manusia yang disebut nas atau Bani Adam itu tidak berbeda satu sama lain: mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan dan bersuku-suku sehingga satu sama lain dapat saling kenal-mengenal. Perbedaannya hanyalah pada ketaqwaan mereka terhadap Allah swt.[8] Sampai di sini dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya isti­lah-istilah basyar, Bani Adam, ins dan nas yang digunakan dalam Al-Qur’an lebih menekankan pada eksistensi manusia sebagai makh­luk biologik dengan ciri-ciri basyariyyah-nya. Atau dengan perka­taan lain, keempat kata tersebut lebih menampilkan manusia seba­gai objek, berbeda dengan istilah insan yang akan diuraikan lebih lanjut di bawah ini. Insan Kata insan disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali dan bila disimak secara cermat, dari segi siyaknya, terlihat bahwa ia me­miliki makna yang berbeda dengan keempat istilah yang telah dise­but sebelumnya. Memang ada keterkaitan antara manusia sebagai basyar dan ma­nusia sebagai insan sepanjang keterangan Al-Qur’an. Sebagai bukti dapat dikemukakan dua buah ayat Al-Qur’an dalam surat 15:26 dan 28 yang sama-sama menyatakan bahwa manusia dicipta dari tanah li­at yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Ayat 26 menggunakan istilah insan sedangkan ayat 28 menggunakan istilah basyar. Bukti lain terdapat dalam Al-Qur’an Surat 25:54 dan Surat 32:7 dan 8. Pada surat 25:54 dinyatakan bahwa manusia (basyar) dicipta da­ri air, sedangkan pada surat 32:7-8 dinyatakan bahwa keturunan manusia (insan) dicipta dari saripati air yang hina. Ini berarti bahwa insan itu juga basyar, tetapi dalam kata insan itu terkandung makna yang lebih esensial dan signifikan, yaitu manusia yang berpribadi, yang karenanya dia mampu mengemban khilafah atau amanat Allah di muka bumi. Dengan perkataan lain, insan adalah manusia sebagai subjek, bukan sebagai objek sebagai­mana dinyatakan dalam keempat istilah yang disebut sebelumnya. Untuk mengenali ciri-ciri kemanusiaan (insaniyyah) manusia yang disebut insan ini barangkali bisa disimak firman Allah dalam Al-Qur’an Surat 96:1-8 sebagai berikut: Bacalah dengan nama tuhanmu yang telah mencipta. Mencipta ma­nusia dari `alaq. Bacalah dan tuhanmu Maha Mulia. Yang telah mengajar dengan perantaraan kalam. Mengajar manusia apa yang belum diketahuinya. Tetapi ketahuilah, manusia itu cenderung membangkang. [Lantaran] manusia menganggap dirinya serba kecu­kupan [dan tidak memerlukan bantuan]. [Padahal] kepada tuhanmu­lah kamu akan kembali. Pada ayat-ayat tersebut kata insan diulang sebanyak tiga ka­li. Pertama, pada ayat 2 dengan menekankan pada asal-usul kejadi­annya, yaitu ‘alaq atau embryo yang menempel [pada rahim wanita]. Kedua, pada ayat 5 dengan menekankan keistimewaannya karena me­nerima ilmu dari Allah swt. Dan ketiga, pada ayat 6 dengan peri­ngatan bahwa manusia itu cenderung membangkang karena merasa di­rinya tidak memerlukan bantuan dari siapa pun, termasuk dari Allah swt., penciptanya, padahal kepada-Nya jualah dia akan kemba­li. Dari siyak ayat-ayat tersebut kiranya dapat disimpulkan bah­wa manusia yang disebut insan itu seharusnya menyadari bahwa dirinya adalah makhluk Allah, bahwa ilmu serta kemampuan yang dimilikinya ber­sumber kepada Allah, dan dia pada akhirnya akan kembali kepada Allah juga. Kesadaran itulah yang merupakan ciri-ciri insaniyyah manusia yang disebut insan itu. Bila salah satu di antara kesada­ran-kesadaran itu hilang, berarti hilang pulalah insaniyyah-nya. Menurut Al-Qur’an,[9] insan itu dicipta Allah da­lam kondisi yang paling baik, tetapi karena kecenderungannya un­tuk membangkang dan sombong, Allah secara berangsur-angsur mencam­pakkannya ke dalam kondisi yang paling buruk, kecuali bila mereka beriman dan beramal saleh. Posisi dan fungsi iman dan amal saleh – yang juga dikenal sebagai `aqidah dan syari‘ah – itu ternyata begitu penting sehingga dalam Al-Qur’an kedua kata tersebut di­sebut secara berurutan sebanyak 83 kali. Menurut pendapat Mahmud Syaltut dalam bukunya,[10] penyebutan secara berurutan sebanyak itu menunjukkan bahwa orang beriman yang mengabaikan syari‘ah [amal saleh] atau mengamalkan syari`ah [amal saleh] tetapi tidak beriman, di mata Allah, sama sekali bukan Muslim. 2.4 Tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat Allah, yang harus dipertanggung jawabkan di hadapanNya. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allah di muka bumi untuk mengelola dan memelihara alam. Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi khalifah berarti manusia memperoleh mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif yang memungkinkan dirinya mengolah serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah. Agar manusia dapat menjalankan kekhaliannya dengan baik, Allah mengajarkan kepada manusia kebenaran dalam segala ciptaan Allah melalui pemahaman serta pengusaan terhadap hukum-hukum yang terkandung dalam ciptaan Allah, manusia dapat menyusun konsep-konsep serta melakukan rekayasa membentuk sesuatu yang baru dalam alam kebudayaan. Di samping peran manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi memiliki kebebasan, ia juga sebagai hamba Allah (‘abdun). Seorang hamba Allah harus taat dan patuh kepada perintah Allah. Makna yang esensial dari kata ’abdun (hamba) adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan, yang kesemuanya hanya layak diberikan kepada Allah yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan dan ketundukan pada kebenaran dan keadilan. Di dalam Ensiklopedi Islam untuk Pelajar (2005: 79), menurut ulama ada terdapat empat macam hamba, yaitu : 1. Hamba karena hukum, yakni budak 2. Hamba karena pencipataan, yaitu manusia dan seluruh makhluk hidup 3. Hamba karena pengabdian kepada Allah, yaitu manusia yang beriman kepada Allah dengan ikhlas 4. Hamba karena memburu dunia, yaitu manusia yang selalu memburu kesenangan duniawi dan melupakan ibadah kepada Allah. Manusia sebagai hamba Allah (‘abd) adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah. kemulian manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah karena manusia dikaruniai akal untuk berfikir dan menimbang baik-buruk, benar-salah, juga terpuji-tercela, sedangkan makhluk lainnya tidaklah memperoleh kelebihan seperti halnya yang ada pada manusia. Namun, walaupun manusia memiliki kelebihan dan kemulian itu tidaklah bersifat abadi, tergantung pada sikap dan perbuatannya. Jika manusia memiliki amal saleh dan berakhlak mahmuda (yang baik), maka akan dipandang mulia disisi Allah dan manusia yang lain, tapi jika sebaliknya, manusia tersebut membuat kerusakan dan berakhlak mazmumah (yang jahat), maka predikat kemuliannya turun ke tingkat yang paling rendah dan bahkan lebih rendah dari hewan. Dua peran yang diemban oleh manusia di muka bumi sebagai khalifah dan ‘abdun merupakan keterpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup yang sarat dengan kreatifitas dan amaliyah yang selalu berpihak pada nilai-nilai kebenaran. pertemuan ke 2 2.1. Pengertian Agama Secara etimologis kata agama berasal dari bahasa sanskerta. Kata ini tersusun dari kata A dan Gama. A yang berarti tidak dan sedangkan Gama berarti berjalan atau berubah. Jadi agama berarti tidak berubah. Demikian juga menurut H. Muh. Said. sejalan pendapat itu Harun Nasution juga mengemukakan, bahwa agama berasal dari bahasa Sanskrit. Menurutnya, satu pendapay mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata yaitu A = tidak, dan Gama = Pergi. Dengan demikian agama berarti tidak pergi atau tetap di tempatnya. K.H. Taib Abdul Muin, juga memeberi pendapat bahwa kata agama berasal dari bahasa sanskerta, yang mana A berarti tidak, dan Gama berarti kocar kacir. Jadi agama berarti tidak kocar kacir, dalam artian agama itu teratur. Sementara itu K.H. Zainal Arifin Abbas dan Sidi Gazalba , berpendapat bahwa istilah agama dan religi serta Al Din itu berbeda-beda antara satu dan lainnya. Masing-masing mempunyai pengertian sendiri. Lebih jauh lagi, Gazalba menjelaskan bahwa Al-din lebih luas pengertian nya dari pada pengertian agama dan religi. Agama dan religi hanya berisi ajaran yang menyangkut aspek hubungan antara manusia dan tuhan saja. Sedangkan al-din berisi dan memuat ajaran yang mencakup aspek hubungan antara manusia dan tuhan dan hubungan sesama manusia. Sedangkan secara istilah pengertian agama, tidak ada pengertian agama itu yang benar benar memuaskan, oleh karena keragama agama itu sendiri. Sehubungan dengan itu pengertian yang akan dibentangakan berikut ini adalah beberapa pendapat dari pakar yang sudah barang tentu menurut sudut pandang mereka masing-masing. Beberapa defenisi pengertian agama yang dimaksud adalah sebagai berikut: Frazer berpendapat bahwa agama adalah sebagai perdamain atu tindakan mendamaikan dari kuasa-kuasa atas kepada manusia yang mana dipercayai mengatur dan mengonrol alam raya dan kehidupan manusia. Kemudian Malfijt mengemukakan bahwa agama adalah system interaksi kepercayaan dan perbuatan yang didasarkan atas adapt-istiadat (kebudayaan) suatu masarakat yang secara bersama-sama percaya kepada kuasa supernatural yang suci. Sementara itu Taib Thahir Abdul Mu’in mengemukakan pengertian agama sebagai suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang memepunyai akal untuk dengan kehendak dan pilihannya sendidri mengikuti peraturan tersebut, guna mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat. Dari pendapat diatas dapat di simpilkan bahwa Agama adalah sebuah ajaran atau sistem yang mengatur tata cara peribadatan kepada Tuhan dan hubungan antar manusia ( Hablum minallah, Hablum minannas dan Hablumminal `alam ). 2.2 Macam – Macam Agama Macam macam agama itu terbagi menjadi dua yaitu : 1) . Agama Samawi Adalah agama yang turun dari langit seperti Agama Islam. a. Agama Islam Islam (Arab: al-islām,: "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah SWT. Agama ini termasuk agama Samawi (agama-agama yang dipercaya oleh para pengikutnya diturunkan dari langit) dan termasuk dalam golongan agama Ibrahim. Kata Islam merupakan penyataan kata nama yang berasal dari akar triliteral s-l-m, dan didapat dari tata bahasa bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud "untuk menerima, menyerah atau tunduk." Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme. Kepercayaan dasar Islam dapat ditemukan pada dua kalimah shahādatāin ("dua kalimat persaksian"), yaitu "Laa ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah" — yang berarti "Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah". Adapun bila seseorang meyakini dan kemudian mengucapkan dua kalimat persaksian ini, berarti ia sudah dapat dianggap sebagai seorang Muslim atau mualaf (orang yang baru masuk Islam dari kepercayaan lamanya). Kaum Muslim percaya bahwa Allah mewahyukan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW, Penutup segala Nabi Allah (khataman-nabiyyin), dan menganggap bahwa al-Qur'an dan Sunnah (kata dan amalan Nabi Muhammad SAW) sebagai sumber fundamental Islam. Umat Islam juga meyakini Al-Qur'an sebagai kitab suci dan pedoman hidup mereka yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara Malaikat Jibril yang sempurna dan tidak ada keraguan di dalamnya (QS al-Baqarah:2). Allah juga telah berjanji akan menjaga keotentikan Al-Qur'an hingga akhir zaman. 2) . Agama Ardhi Adalah agama yang diciptakan oleh manusia seperti budha, hindu, konghuchu dan kristen protestan, dan kristen katolik. a. Agama Hindu Agama Hindu (Bahasa Sanskerta: Sanātana Dharma "Kebenaran Abadi"), dan Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran"). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap). b. Agama Budha Agama Buddha (Bahasa Sansekerta berarti. Mereka yang Sadar, Yang mencapai pencerahan sejati. dari perkataan Sansekerta: "Budh", untuk mengetahui) merupakan gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan kontemporer, ia sering digunakan untuk merujuk Siddharta Gautama, guru agama dan pendiri Agama Buddha (dianggap "Buddha bagi waktu ini"). Dalam penggunaan lain, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang telah sadar. Tiga jenis golongan Buddha adalah: Samma-Sambuddha yang mendapat Kesadaran penuh tanpa guru, hanya dengan usaha sendiri Pacceka-Buddha atau Pratyeka-Buddha yang menyerupai Samma-Sambuddha, tetapi senantiasa diam dan menyimpan pencapaian Dharma pada diri sendiri. Savaka-Buddha yang merupakan Arahat (pengikut kesadaran), tetapi mencapai tahap Kesadaran dengan mendengar Dhamma. Kitap Suci agama Buddha adalah Tripitaka. 1. Vinaya Pittaka, isinya aturan-aturan sangha untuk biksu atau biksuni. 2. Sutra Pittaka, isinya tentang wacana-wacana Buddha. 3. Abhidharma Pittaka, isinya tentang penjelasan sistematis atau ilmu pengetahuan dari Buddha. c. Agama Kong Hu Cu Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius) dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di". Berdasarkan kitab Zhong Yong agama adalah bimbingan hidup karunia Tian/Tuhan Yang Maha Esa (Tian Shi) agar manusia mampu membina diri hidup didalam Dao atau Jalan Suci, yakni "hidup menegakkan Firman Tian yang mewujud sebagai Watak Sejati, hakikat kemanusiaan". Hidup beragama berarti hidup beriman kepada Tian dan lurus satya menegakkan firmanNya. Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Cu yang dilahirkan pada tahun 551 SM Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak masih kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Kong Hu Cu banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Beliau meninggal dunia pada tahun 479 SM. Mengangkat Kongcu Konfusius sebagai salah satu nabi Menetapkan Litang (Gerbang Kebajikan) sebagai tempat ibadah resmi, namun dikarenakan tidak banyak akses ke litang, masyarakat umumnya menganggap klenteng sebagai tempat ibadah umat Khonghucu. Menetapkan Sishu Wujing sebagai kitab suci resmi yang berisi : 1. Kitab Sanjak Suci = Shi Jing 2. Kitab Dokumen Sejarah = Shu Jing 3. Kitab Wahyu Perubahan = Yi Jing 4. Kitab Suci Kesusilaan = Li Jing 5. Kitab Chun-qiu = Chunqiu Jing Menetapkan tahun baru Imlek, sebagai hari raya keagamaan resmi. Kalender Imlek terbukti di buat oleh Nabi Khongcu (Konfusius). Nabi Khongcu mengambil sumbernya dari penangalan dinasti Xia (2200 SM) yang sudah di tata kembali oleh Nabi Khongcu. d. Agama Kristen Katolik Kata Katolik sebenarnya bermakna "universal" atau "keseluruhan" atau "umum" (dari ajektiva Bahasa Yunani (katholikos)) yang menggambarkan sifat gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus. Setelah Reformasi Protestan istilah Katolik atau 'Katolisisme kemudian secara spesifik menunjuk pada gereja Katolik Roma untuk membedakan dengan Kristen Protestan yang dimulai oleh aksi protes Martin Luther. Di Indonesia, pemerintah mengakui agama Kristen Protestan (Kristen) dan Kristen Katolik (Katolik) sebagai agama yang terpisah meskipun keduanya sebenarnya merupakan agama yang sama-sama berpusat pada Yesus Kristus, akibatnya kata Katolik seringkali dianggap di luar/berbeda dengan Kristen. Gereja Katolik Roma yang membawahi gereja Katolik seluruh dunia adalah sebuah gereja Kristen yang berawal dari Yerusalem dan yang berada dalam kesatuan penuh dengan keuskupan Romawi (penerus rasul Petrus, Paus pertama). Gereja Katolik mengajarkan bahwa Yesus Kristus menginstitusikan tujuh sakramen, tidak lebih dan tidak kurang, baik menurut Kitab Suci maupun Tradisi Suci dan sejarah Gereja. Adapun sakramen yang diakui oleh Gereja Katolik Roma sebagai berikut: Baptis Penguatan/Krisma, Ekaristi, Pengakuan dosa, Pengurapan orang sakit, Imamat Pernikahan Dalam ajaran Katolik, sakramen adalah berkat penyelamatan khusus yang oleh Yesus Kristus diwariskan kepada gereja. Santo Agustinus menyebut sakramen sebagai "tanda kelihatan dari rahmat Allah yang tidak kelihatan". e. Agama Kristen protestan Protestan adalah sebuah mazhab dalam agama Kristen. Mazhab atau denominasi ini muncul setelah protes Martin Luther pada tahun 1517 dengan 95 dalil nya.Kata Protestan sendiri diaplikasikan kepada umat Kristen yang menolak ajaran maupun otoritas Gereja Katolik. Aras Gereja Protestan Gereja Protestan di Indonesia terdiri dari beberapa aras, yakni: Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII) Persekutuan Gereja Pentakosta Indonesia (PGPI) Persekutuan Baptis Indonesia (PBI) Persekutuan Gereja-Gereja Mandiri Indonesia (PGMI) Bala Keselamatan (BK) Kitabnya adalah Al-kitab. 2.3 Sumber – Sumber Ajaran Agama Islam Agama Islam memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang khaliq Allah SWT (hablu minawallah) dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum Islam atau syariat Islam atau hukum Allah SWT. Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai sumber-sumber syariat Islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari hukum dan hukum Islam atau syariat Islam. Hukum artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Menurut ulama usul fikih, hukum adalah tuntunan Allah SWT (Alquran dan hadist) yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah (kemudahan) atau azimah. Melalui penjelasan singkat mengenai pengertian hukum tadi barulah kita mengerti pengertian hukum Islam. Yang dimaksud sebagai sumber hukum Islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat Islam. Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum Islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda, “Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan sunahku (Hadis).” (H.R. Al Baihaqi) dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum Islam, setelah Alquran dan hadist. Seluruh hukum produk manusia adalah bersifat subjektif, hal ini karena keterbatasan manusia dalam ilmu pengetahuan yang diberikan Allah SWT mengenai kehidupan dunia dan kecenderungan untuk menyimpang, serta menguntungkan penguasa pada saat pembuatan hukum tersebut, sedangkan hukum Allah SWT adalah peraturan yang lengkap dan sempurna serta sejalan dengan fitrah manusia. Sumber ajaran Islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri dari tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh dibalik. Sumber-sumber ajaran Islam ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber ajaran Islam yang primer (Al Qur’an & Al Hadist) dan sumber ajaran islam sekunder (Ijtihad). 2.4 Peran Agama Dalam Kehidupan Sehari – Hari Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga peraturan yang dibuat-Nya betul-betul adil. Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari: aspek keagamaan (religius), kejiwaan (psikologis), kemasyarakatan (sosiologis), hakikat kemanusiaan (human nature), asal usulnya (antropologis) dan moral (ethics). Namun apabila agama dipahami sebatas apa yang tertulis dalam teks kitab suci, maka yang muncul adalah pandangan keagamaan yang literalis, yang menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya serta menegasikan perkembangan historis dan sosiologis. Sebaliknya, jika bahasa agama dipahami bukan sekedar sebagai explanative and descriptive language, tetapi juga syarat dengan performatif dan expresif language, maka agama akan disikapi secara dinamis dan kontekstual sesuai dengan persoalan dan kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia yang terus berkembang. Setiap agama memiliki watak transformatif, berusaha menanamkan nilai baru dan mengganti nilai-nilai agama lama yang bertentangan dengan ajaran agama. Dari aspek religius, agama menyadarkan manusia, siapa penciptanya. Faktor keimanan juga mempengaruhi karena iman adalah dasar agama. Secara antropologis, agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, dari mana, dan mau ke mana manusia. Dari segi sosiologis, agama berusaha mengubah berbagai bentuk kegelapan, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Agama juga menghubungkan masalah ritual ibadah dengan masalah sosial. Secara psikologis, agama bisa menenteramkan, menenangkan, dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang. Dan secara moral, agama menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk, dan mendorong manusia berperilaku baik (akhlaq mahmudah). Fungsi agama juga sebagai pencapai tujuan luhur manusia di dunia ini, yaitu cita-cita manusia untuk mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin. Dalam Al-Quran surat Thoha ayat 117-119 disebutkan: ”Maka kami berkata: “Hai Adam, Sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya”. Pada ranah yang lebih umum fungsi agama dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai penguat solidaritas masyarakat. Seperti yang diungkapkan Emile Durkheim sebagai sosiolog besar, bahwa sarana-sarana keagamaan adalah lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap anggotanya, dan fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban sosial. Dari segi pragmatisme, seseorang menganut suatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah ini: 1. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia. Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia senantiasa memberi penerangan kepada dunia (secara keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah dan setiap manusia harus menaati Allah. 2. Menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia. Sebagian pertanyaan yang senantiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya untuk menjawab soalan-soalan ini. 3. Memainkan fungsi peranan sosial. Agama merupakan satu faktor dalam pembentukan kelompok manusia. Ini adalah karena sistem agama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang sama, melainkan tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama. 4. Memberi rasa emitraan kepada sesuatu kelompok manusia. Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial. KESIMPULAN Secara etimologis kata agama berasal dari bahasa sanskerta. Kata ini tersusun dari kata A dan Gama. A yang berarti tidak dan sedangkan Gama berarti berjalan atau berubah. Jadi agama berarti tidak berubah. Sedangkan secara istilah pengertian agama, tidak ada pengertian agama itu yang benar benar memuaskan, oleh karena keragama agama itu sendiri. Agama yang ada di dunia ada dua jenis yaitu: 1. Agama Samawi Adalah agama yang turun dari langit seperti Agama islam 2. Agama Ardhi Adalah agama yang diciptakan oleh manusia seperti budha, hindu, konghuchu, kristen protestan,dan kristen katolik. Sumber ajaran Islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri dari tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh dibalik. Sumber ajaran Islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri dari tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh dibalik. a. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia. b. Menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia. c. Memainkan fungsi peranan sosial. d. Memberi rasa emitraan kepada sesuatu kelompok manusia. Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

home

SELAMAT DATANG               Anda sudah berada diblogger saya, semoga apa yang terpost diblog ini bermanfaat bagi anda sekalian. Ketika...